"Takkan selamanya.... Tanganku mendekapmu...
Takkan selamanya… Raga ini menjagamu...
Seperti alunan detak jantungku...
Tak bertahan melawan waktu...
Semua keindahan yang memudar...
Atau cinta yang t'lah hilang…
Tak ada yang abadi…
Tak ada yang abadi…
Tak ada yang abadi…”
Ya, tak ada yang abadi. Itu tadi, sepenggal bait awal lagu milik group band fenomenal ; PETERPAN. Vokalisnya – Ariel – kita sangat kenal, baru saja bebas bersyarat dari hukuman atas tindakannya terkait beredar video asusila.
Terlepas dari pro kontra kasus yang membelit, sesungguhnya anak-anak muda grup band ini punya potensi kreativitas seni yang tinggi dalam mencipta lagu. Puluhan lagu tercipta di beberapa album Peterpan yang disukai khalayak. Syair-syair lagunya bersayap, dalam dan penuh makna.Itulah seni. Seni punya tempat sendiri.
Saat awal group band ini melepas album pertamanya di awal tahun 2004 dan langsung meledak di pasaran musik Indonesia – bahkan di beberapa negara tetangga – dengan titlle “Bintang di Surga”, harian Kompas memuat satu halaman utuh profil group band Peterpan. Kompas menyanjung lagu “Ada Apa Denganmu” yang mampu menyergap euphoria massa. Bahkan hingga ke anak balita – selain juga, orang sepuh. Kala itu, hampir setiap hari anak-anak kecil menyanyikannya. Bergumam-gumam ; “Ada apa denganmu… oooo. Ada apa denganmu”.
Dahoeloe, saya kurang begitu antusias menyimak lagu-lagu group band Peterpan. Bahkan saya seringkali terheran-heran dengan euforia massa terhadap group band yang satu ini. Apa istimewanya – sich – dengan lagu mereka? Begitu, saya sering membatin.
Saya pikir, musiknya biasa saja. Lebih bergenre, mixing antara, rock dan balada. Demikian juga syairnya. Kadang, beberapa kata diulang-ulang. Entahlah, sudut pandang saya tentang musik mereka memang kurang bagus. Mungkin karena saya tak begitu menyimak lagu-lagu mereka – kala itu.
Seiring berjalannya waktu, sampailah pada suatu ketika, secara tiba-tiba saja, saya tergerak untuk mendengar lagu “Tak Ada Yang Abadi” di awal tulisan ini. Menyimaknya bait per bait. Kata demi kata. Dengan segenap hati. Dengan seutuh jiwa. Apa yang saya dapat dari lagu ini?
Ternyata, sungguh, lagu ini menyimpan makna yang sangat dalam. Sangat universal. Ada benang merah yang merajut hubungan antar manusia – horizontal – dan hubungan kepada Sang Pencipta – vertical. Hablum minannar dan hablum minallah. Selain melukiskan hubungan horizontal dan vertikal itu, lagu ini juga memaknai ; segala sesuatu yang ada di dalam kehidupan kita adalah fana adanya.
"Seperti alunan detak jantungku...
Tak bertahan melawan waktu...
Semua keindahan yang memudar...
Atau cinta yang t'lah hilang…"
Ya, apapun itu. Semua kenyamanan yang kita miliki saat ini, menurut syair lagu ini, tak selamanya akan kita pegang dan miliki. Tak selamanya akan kita nikmati. Tak selamanya akan kita rasakan. Tatkala tiba waktunya, kita harus rela melepaskan semuanya. Mengembalikan kepada Sang Pemilik. Kepada Sang Khaliq ; kepada Allah Yang Maha Kuasa.
Lagu ini seolah berseru ; mengingatkan kita untuk selalu bertaqwa kepada-NYA. Lirik ini, sesungguhnya, mengusung dakwah. Bahwa, semua yang kita jalani di dalam hidup ini ; awal dan akhirnya, berjalan menurut ketetapan-NYA. Our story is belong to Allah SWT.
Saya terkesima!
Pada akhirnya, saya mengakui jika lagu ini, luar biasa. Ammazing. Agung.
Dan, di luar segala hingar bingar kontroversial personel band ini, disadari atau tidak, mereka sedang berdakwah dengan caranya sendiri, and sich. Saat mendengar dan menikmati lagu ini, saya “ngak” seperti mendengar lagu religi. Syairnya sederhana. Tapi memikat ; menggugah rasa dalam diri kita yang paling purba ; cinta dan ikhlas. Cinta kepada Allah SWT dan ikhlas kepada kehendak-NYA.
Saya pun mahfum, memahami secara komprehensif, pengulangan kata yang kerap mereka perdengarkan pada syair lagu-lagu mereka adalah untuk lebih memperjelas makna. Mempertegas arti di dalamnya.
Mengutip pernyataan dari musisi Eros Chandra, personel band SHEILA ON 7 (baca : Sila On Sevent) – yang ini adalah salah satu band favorit saya – bahwa, ada dua jenis penulis atau pencipta lagu.
Pertama ; menciptakan lagu dengan lirik yang sederhana. Lalu, mengisinya dengan jiwa sehingga menjadi luar biasa.
Dan, kedua ; penulis lagu yang menentukan tema terlebih dulu, atau menulis syair berdasarkan apa yang dilihat, dirasakannya ; dari sudut pandang yang lain. Lantas, dituangkan menjadi suatu lagu. Sama, pada akhirnya, menjadi lagu yang luar biasa pula.
“Ooh… Biarkan... aku bernafas sejenak.... Sebelum hilang...
Tak ada yang abadi... Tak ada yang abadi...
Tak ada yang abadi... Tak ada yang abadi...
Ya, sahabat, tak ada yang abadi di kehidupan ini.
No comments:
Post a Comment